Kamis, 19 Februari 2015

BPK RI Telisik Dugaan Salah Penyaluran Raskin di NTB

Rabu, 18 Februari 2015

Program Beras untuk Rumah Tangga Miskin (Raskin), kembali ramai diperbincangkan di Nusa Tenggara Barat. Hal ini menyusul, BPK RI Perwakilan NTB pun kabarnya kini serius menelisik dugaan penyimpangan penyaluran raskin pada tahun lalu itu.  Sebenarnya, pokok soal nya, tentu bukan hanya berurusan dengan rendah nya “kualitas” beras yang diberikan kepada rakyat miskin, seperti beras yang sudah berwarna kekuning-kuningan, beras yang bau apek, remuk-remuk dan banyak kutu nya, namun bisa jadi akan terkait dengan masalah-masalah yang lebih berbau politis dan hak asasi manusia.

Oleh. Fahrul Mustofa – Mataram


Program Kebijakan Beras Untuk Rumah Tangga Miskin (RASKIN) adalah bagian dari upaya Pemerintah Indonesia untuk memberdayakan masyarakat dengan menanggulangi masalah kemiskinan secara terpadu. RASKIN merupakan metaforfosis dari Kebijakan Operasi Pasar Khusus / OPK yang bertujuan untuk lebih menjelaskan arti Program sehingga diharapkan dapat mempermudah pelaksanaan di lapangan.

Beras raskin saat ini, telah mulai mengalami pergeseran cita-cita dari yang “spirit” nya emergency ke sebuah suasana yang permanen. Raskin awal nya disiapkan hanya untuk jangka waktu tertentu sebagai langkah Pemerintah guna membantu beban pengeluaran ekonomi rakyat miskin yang ketika itu terpuruk karena adanya krisis ekonomi yang multi-dimensi tahun 1997 lalu.

Dengan semangat nya yang temporer, maka sebuah kekeliruan besar jika akhir nya program Raskin menjadi permanen, bahkan sudah dijadikan kebutuhan warga masyarakat. Kedua, dari sisi upaya penganeka-ragamanan pola makanan rakyat, kehadiran program Raskin justru menjadi pemacu utama semakin banyak nya warga bangsa yang mengkonsumsi beras.

Karena Raskin inilah, warga masyarakat yang asal nya mengkonsumsi jagung, umbi-umbian atau sagu “dipaksa” untuk merubah pola makan nya ke beras. Langkah seperti ini jelas “tojai’ah” (=bertolak belakang) dengan semangat diversifikasi pangan, khusus nya dalam upaya percepatan penganeka-ragaman pola konsumsi rakyat berbasis sumber daya lokal sebagaimana yang diamanatkan dalam Perpres 22/2009.

Komisi II DPRD NTB yang membidangi Perekonomian telah berulang kali telah menemukan fakta jika penyaluran beras raskin di Nusa Tenggara Barat tidak tepat sasaran selama ini. Karena itu, langkah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan NTB mengusut  dugaan penyaluran kualitas beras miskin (raskin) yang tidak bermutu baik oleh Badan Urusan Logistik (Bulog), didukung penuh.

Meski demikian, catatannya BPK harus serius. “Kalau memang ada temuan kualitasnya tidak baik segera dilaporkan ke aparat penegak hukum. Jangan sebatas rekomendasi tanpa ada folow up untuk melaporkannya,” tegas Anggota Komisi II DPRD NTB Ir. Made Slamet MM menjawab wartawan, Selasa (10/2) kemarin.

Menurutnya, dari berbagai sidak yang dilakukan komisi terkait, mayoritas beras raskin tersebut kebanyakan dibagi rata ke semua masyarakat. Karenanya, kadang dilapangan alokasi masing-masing KK yang harusnya memperoleh jatah beras sebanyak 15 kilogram setiap bulannya, justru berkurang dari jumlah yang ada.

Padahal, peruntukan beras tersebut harus difokuskan menyasar rumah tangga warga miskin sesuai data yang dikirimkan pemerintah daerah ke pemerintah pusat. “Kami juga menemukan ada pula oknum kepala lingkungan yang menjual beras raskin ke pasar-pasar tradisional di Kota Mataram. Memang, penyaluran raskin kita, masih banyak persoalan hingga saat ini,” kata Made.

Politisi PDI Perjuangan itu, meminta tim pemantau kualitas raskin yang berada di bawah koordinasi Asisten II Bidang Ekonomi Setda NTB dengan anggota Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil (Dinsosdukcapil) NTB, Badan Ketahanan Pangan (BKP) NTB, serta instansi terkait lainnya, harus bekerja optimal.

Sebabnya, Made merasa prihatin yakni, Provinsi NTB sebagai predikat lumbung beras nasional namun justru, saat penyaluran raskin menembus angka 100 persen habis disalurkan beras tersebut sesuai laporan SKPD terkait.

“Kondisi ini berarti, kita di NTB jelas kekurangan beras. Sekali lagi, pemda NTB harus sportif terhadap kondisi masyarakatnya. Jadi, tim yang dibentuk oleh SK Gubernur itu, jangan hanya menjadi papan nama saja, kerjalah dilapangan, jangan sudah ada temuan seperti sekarang ini, baru mereka bekerja beramai-ramai,” ujarnya.

Penyaluran raskin di tahun lalu, kini menjadi temuan BPK RI perwakilan NTB. Karena itu, Pemprov NTB mengharapkan, penyaluran raskin tahun 2015 dapat diperbaiki oleh Bulog NTB.

Asisten II Setda NTB HL. Gita Aryadi membenarkan, saat ini pihak BPK RI tengah melakukan pemeriksaan secara intensif terhadap temuan penyaluran raskin tersebut. “Memang ada temuan penyaluran raskin itu. Jadi hal ini yang membuat Pak Gubernur telah mewanti-wanti, momentum penyaluran beras raskin tahun ini, agar ditingkatkan kualitas penyaluranya lebih baik dari tahun lalu,” tegas Gita Aryadi yang  dihubungi, Sabtu (8/2) lalu itu.

Ia mengatakan, masyarakat tahu bahwa NTB merupakan daerah lumbung pangan nasional, ironis jika terdapat disparitas kualitas raskin yang jauh. Karenanya, ikhtiar agar kualitas raskin yang disalurkan oleh Bulog Divre NTB kepada warga kurang mampu harus didorong lebih baik kedepannya.

Terlebih, kata dia, saat ini, Pemprov telah memiliki tim pemantau kualitas raskin yang berada di bawah koordinasi Asisten II Bidang Ekonomi Setda NTB dengan anggota Dinas Sosial, Kependudukan dan Catatan Sipil (Dinsosdukcapil) NTB, Badan Ketahanan Pangan (BKP) NTB, serta instansi terkait lainnya.

“Pembentukan tim yang di SK-kan Pak Gubernur itu menjadi ikhtiar guna penyaluran raskin tersebut dapat terkoordinasi dengan baik. Prinsipnya, Dinsosdukcapil bertindak selaku instansi yang mengurusi masalah data rumah tangga sasaran penerima raskin, sedangkan BKP akan terfokus pada masalah kualitas raskin yang merupakan pangan pokok bagi masyarakat,” kata Gita Aryadi.

Sebagai kebijakan yang disiapkan untuk membantu beban pengeluaran ekonomi rakyat miskin, program Raskin memang diharapkan mampu tampil menjadi “dewa penolong” bagi sebagian anak bangsa yang selama ini sering divonis sebagai “korban kebijakan”. Program Raskin jangan sekali-kali diidentikan dengan langkah “belas kasih” Pemerintah di tengah ketidak-mampuan nya dalam menghapuskan kemiskinan.

Raskin, bukan program karikatif. Raskin bukan program yang sifat nya parsial. Namun, sesuai dengan hakekat nya, Raskin adalah program yang mesti nya dirancang sedemikian rupa, sehingga secara sistemik mampu dijadikan solusi pemberantasan kemiskinan masyarakat.

Made Slamet pun mengakui, jika saat perhelatan politik di Indonesia mulai pemilihan calon legislatif (Caleg), Kepala Desa hingga kepala daerah tak terkecuali di NTB, acap kali persoalan raskin menjadi isu yang seksi. Menurutnya, kebiasan selama ini, banyak caleg hingga kepala desa bahkan, calon bupati hingga Gubernur yang siap membayarkan raskin. “Tapi ada, syaratnya ia harus dipilih dalam pesta demokrasi itu,” ujarnya.

Memang di mata masyarakat miskin, yang nama nya program raskin identik dengan “berkah kehidupan” yang harus disyukuri keberadaan nya. Karena program raskin inilah banyak masyarakat miskin yang terbantu dalam menyambung nyawa. Raskin benar-benar sebuah kebijakan Pemerintah yang “pro poor”.

Dengan daya beli ekonomi yang relatif rendah, maka bisa dipahami bahwa ketergantungan masyarakat miskin terhadap program raskin, sangatlah tinggi. Dalam kehidupan mereka, raskin adalah sebuah kebutuhan. Bahkan kalau kita tanyakan kepada masyarakat miskin yakni, apakah program raskin ini dilanjutkan atau dihentikan, maka secara aklamasi mereka akan menjawab LANJUTKAN……!!.

Program Raskin memang tidak secara khusus diarahkan untuk menghapuskan kemiskinan. Raskin lebih diarahkan kepada tujuan membantu beban pengeluaran ekonomi masyarakat miskin saja. Hingga kini sudah 10 tahun program Raskin berlangsung. Terlepas dari berhasil atau tidak nya program raskin mencapai tujuan nya, namun jika dikaitkan dengan persepsi masyarakat miskin itu sendiri, jelas terungkap bahwa program raskin ini senantiasa program Pemerintah yang selalu ditunggu-tunggu. Rakyat miskin betul-betul merasa tertolong dengan ada nya program raskin. Apalagi jika diamati kondisi harga beras di pasaran yang sekarang ini relatif tinggi. Tanpa ada nya program raskin, bisa jadi akan terjadi “antri beras” mengingat daya beli masyarakat yang makin melemah.

Raskin boleh jadi menjadi buah simalakama. Dilanjut terkesan “kurang mendidik” dan tidak dilanjut pasti akan melahirkan “protes keras” dari warga miskin. “Ke depan, ada baik nya kita kaji ulang. Yang kurang baik nya kita sempurnakan, dan yang sudah baik nya kita pertahankan. Tidak gampang, memang. Tapi ngak salah juga bila kita merevitalisasi nya lagi. Tentu dengan ending “every body happy”,” tandas Made Slamet.

Agar tak terus berulang, sudah sewajarnya Pemprov NTB mulai merancang sebuah desain kebijakan pengentasan kemiskinan yang melibatkan partisipasi rumah tangga sasaran (enduser). Pemprov NTB secara berjenjang bisa memanfaatkan forum musyawarah pembangunan yang ada guna mengidentifikasi dan merumuskan desain sebelum sebuah kebijakan dilaksanakan. Seperti rapat lingkungan, musyawarah desa, kecamatan hingga musyawarah kota.“Ini agar kita tak terjebak pada soal rutinitas semata,” tegas Made lagi.

Ia menambahkan, Pemprov  harus bisa menginovasi forum itu pelaksanaan dan modelnya. Harapannya,model kebijakan partisipasif berbasis bottom up, dapat meminimalisir salah tafsir kebijakan, dan keliru eksekusi sebuah kebijakan. “Selain itu, target sasaran dengan model ini juga akan merasa diajak ngomong dan dimanusiakan. Memang untuk itu aparat harus mau bekerja ekstra lebih,” pungkas Made.



*Analisa Kebijakan Raskin di Indonesia

Pembuatan kebijakan publik adalah sebuah proses politik yang melibatklan berbagai kepentingan dan sumber daya sehingga akhir dari proses politik tersebut adalah produk subyektif yang diciptakan oleh pilihan-pilihan sadar dari pelaku kebijakan. Untuk itu pemahaman tentang makna kebijakan publik menyangkut ruang lingkup, tahapan dan model-modelnya menjadi penting dilakukan dalam rangka membangun mewujudkan masyarakat dan pemerintah berdemokrasi.

Pemerintah berupaya mengedepankan peran partisipasi masyarakat dengan mengacu pada teori Bottom-Up. Dalam hal ini pemerintah berharap masyarakat dapat terpacu untuk bisa menembus perangkap kemiskinan yang melekat pada dirinya sehingga dapat mengurangi jumlah masyarakat miskin. Salah satunya adalah dengan dicanangkannya Program Raskin.

Kadivre Bulog NTB M Sugit Tedjo Mulyono mengatakan, program Raskin pada dasarnya merupakan kelanjutan dari Program Operasi Pasar Khusus (OPK) yang diluncurkan pada Juli 1998 di bawah Program Jaring Pengaman Sosial (JPS).

Ia menuturkan, beberapa penyesuaian yang telah dilakukan antara lain meliputi perubahan nama, jumlah beras per rumah tangga, frekuensi distribusi, sumber dan jenis data sasaran penerima manfaat, dan penyediaan lembaga pendamping.

Menurut Sugit, program ini dilaksanakan sebagai konsekuensi logis dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang subsidinya ditarik oleh pemerintah pusat. Kenaikan harga BBM tersebut jelas berdampak pada naiknya harga bahan pangan (sembilan bahan pokok), salah satunya beras.

Kebijakan yang seharusnya bersubtansi pada peningkatan kemampuan masyarakat dalam pemenuhan pangan khususnya masalah beras, dalam hal ini pemerintah semakin memberi peluang kepada sabagian oknum yang tidak memiliki hak untuk mendapatkan santunan tersebut.

Disatu sisi kebijakan beras raskin merupakan kebijakan yang bertumpu pada kebutuhan masyarakat, dalam hal ini masyarakat diberi kemudahan untuk mengakses pasar beras yang begitu mahal. Kebijakan ini juga dapat mengatur harga pasar yang terus meningkat yang diakibatkan oleh kebutuhan masyarakat semakin banyak, dengan adanya pogram raskin ini tentu masyarakat yang kurang mampu tidak perlu lagi mangakses pasar yang bagitu mahal, sehingga pasar tidak mampu menginflasikan harga beras.

Harapan pemerintah kebijakan tersebut agar dapat meningkatkan akses pangan kepada keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam rangka menguatkan ketahanan pangan rumah tangga dan mencegah penurunan konsumsi energi dan protein.

Namun disisi lain akibat kelemahan kontrol pemerintah beras raskin yang serharusnya diberikan atau dijual kepada masyarakat yang kurang mampu tetapi justru sasaran tersebut jatuh kepada masyarakat yang sejahtera.

kedua, berhubungan dengan masalah sebelumnya, yakni disebabkan kesalahan data jumlah keluarga miskin. Hal ini terjadi akibat masih buruknya koordinasi antara birokrasi baik dari pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga desa, atau kelurahan. Akibatnya, kuantitas (jumlah) keluarga miskin yang didata bisa lebih besar atau lebih sedikit dari yang sebenarnya, sehingga Raskin yang dibagikan akan berdampak pada kekurangan atau (bahkan) kelebihan jatah.

Terakhir adalah harga yang tidak sesuai dengan perencanaan awal. Naiknya harga raskin yang harus ditebus warga disebabkan oleh alasan yang seringkali dimunculkan para petugas untuk menjawab ketidaktersediaan dana untuk pengangkutan (distribusi beras atau biaya transportasi), pengadaan kantong plastik, dan lain-lain. Akibatnya, biaya ini dibebankan kepada warga, sehingga tidak heran kalau harga awal berbeda dengan harga di lapangan.

Divre Bulog NTB menyebutkan jumlah rumah tangga sasaran (RTS) penerima raskin pada 2015 sebanyak 471.566 kepala keluarga (KK) yang tersebar di di 10 kabupaten/kota di NTB. Masing-masing KK mendapat jatah beras sebanyak 15 kilogram setiap bulan.

“Penyaluran raskin akan dilakukan mulai Februari 2015, kami sudah koordinasikan dengan Pemerintah Provinsi NTB dan kabupaten/kota,” ujar M Sugit Tedjo Mulyono.

Bulog Divre NTB menargetkan mampu menyerap beras hasil produksi petani sebanyak 165.000 ton pada 2015 untuk menunjang program penyaluran raskin di daerah itu. Target tersebut lebih rendah dibanding tahun 2014 sebanyak 190.000 ton dengan realisasi mencapai 164.735 ton atau sebesar 86,70 persen.

Ia berharap, semua pihak juga ikut andil melakukan pengawasan terhadap penyaluran raskin tersebut. Pasalnya, Bulog pun tengah memperbaiki metedologi pe nyalurannya agar tepat sasaran pada tahun ini.

“Kalau kami di internal saat ini, tengah memperbaiki sistem dan kinerja petugas agar dapat sesuai harapan masyarakat. Kita berharap, semua pihak juga turut bersama-sama kami menyukseskan hajat program raskin yakni, bagi warga miskin itu,” tandas M Sugit Tedjo Mulyono. (**)

http://dutaselaparang.com/?p=1285

Tidak ada komentar:

Posting Komentar