Jumat, 25 Oktober 2013

DPD RI: BLSM Harus Beri Manfaat Maksimal

24 Oktober 2013

INILAH.COM, Jakarta - Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) memahami pelaksanaan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) tahap kedua dan tahap pertama bersama BSM (Bantuan Siswa Miskin) serta Raskin (Beras untuk Rumah Tangga Miskin) sebagai program kompensasi (compensatory program) yang khusus (crash) atau program jaring pengaman sosial (social safety net).

Pemerintah menyiapkan kebijakan itu sebagai respon terhadap dampak kenaikan bahan bakar minyak (BBM), apalagi pengalaman tahun 2005, 2008, dan 2009 terbukti dapat membantu masyarakat yang kondisi sosialnya terendah.

“Namun, kebijakan itu harus memberikan manfaat yang optimal guna membantu masyarakat miskin agar mereka tetap dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, dan mencegah penurunan taraf kehidupannya akibat kesulitan ekonomi sebagai tanggung jawab sosial kita bersama,” ucap Ketua Komite IV DPD Zulbahri Madjid (senator asal Kepulauan Riau) di Gedung DPD, Jakarta, Rabu (23/10). Ia didampingi dua wakilnya, yakni Litha Brent (senator asal Sulawesi Selatan) dan Gusti Kanjeng Ratu Ayu Koes Indriyah (senator asal Jawa Tengah).

Zulbahri, seperti dikutip dalam siaran persnya, membacakan kesimpulan rapat dengar pendapat pihaknya dengan Direktur Jenderal (Dirjen) Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) Tarmizi A Karim, Dirjen Rehabilitasi Sosial (Resos) Kementerian Sosial (Kemsos) Samsudi, dan Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Koordinator Kesejahteraan Sosial (Kemkokesra) Sudjana Royat.

Rapat membahas pelaksanaan BLSM yang targetnya ialah rumah tangga sasaran (RTS) sebanyak 15,5 juta keluarga yang meliputi rumah tangga sangat miskin (poorest), rumah tangga miskin (poor), dan rumah tangga hampir miskin (near poor).

Kendati mendukung program BLSM, Komite IV DPD menilai, jumlah alokasi anggaran bantuan tunai Rp9,318 triliun untuk 2013 belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat miskin. Apalagi, realisasi BLSM tahap pertama yang terserap 94,43 persen, sedangkan 5,57 persen sisanya tidak terserap.

Sisa anggaran belanja BLSM tahap pertama per 10 Oktrober 2013 sebesar Rp259,732 miliar atau sebanyak 865.776 RTS (5,53 persen). Sementara realisasi BLSM tahap kedua yang terserap 95,47 persen, sedangkan 4,53 persen sisanya tidak terserap (per 21 Oktober 2013).

Dalam rapat terungkap bahwa seiring rampungnya pendistribusian BLSM tahap pertama pada Agustus 2012, pemerintah melaksanakan pendistribusian tahap kedua pada September 2013.

Komite IV DPD memahami program kompensasi sebagai tindakan penting untuk menyelamatkan fiskal negara sekaligus mengarahkan subsidi agar tepat sasaran, kendati terungkap beberapa masalah pendistribusian, yaitu banyak warga miskin yang tidak mendapatnya, dan warga yang seharusnya mendapat malah tidak mendapatnya. Oleh karena itu, pihaknya mendorong pemerintah untuk memprioritaskan program pemberdayaan masyarakat.

“Dalam pelaksanannya, eksekusi program BLSM ini bermasalah. Aspirasi yang berkembang antara lain BLSM ini kurang tepat dan kurang merata,” sambungnya.

Sebelumnya, ia menjelaskan, saat ini pihaknya tengah membahas tindak lanjut aspirasi masyarakat dan daerah, yang terjaring semasa mereka melakukan kegiatan di daerah, di antaranya BLSM. Pendistribusian BLSM di Papua dan Papua Barat termasuk yang bermasalah. Jika Papua dan Papua Barat dimasukkan dalam perhitungan, presentasi pembagian BLSM tahun 2013 akan meningkat.

Komite IV DPD mengungkapkan harapan dan dukungannya untuk dapat bersama-sama mengawasi pendistribusian BLSM tahap kedua dan tahap pertama, serta pelaksanaan program kompensasi lainnya seperti BSM dan RASKIN.

Berbagai masalah BLSM sesungguhnya dapat segera teratasi asalkan Pemerintah melakukan sinergi kementerian/lembaga, mengeluarkan indikator kinerja kementerian/lembaga dalam upaya pengentasan kemiskinan, membentuk integrasi program dan datanya, memutrakhirkan penerima bantuan yang akurat, serta memahami geografi yang luas, jauh, daerah perbatasan, pulau terluar, dan “indeks kemahalan” antara Jawa dan luar Jawa.

Dalam rapat, Pemerintah mengklaim, kendati mendapat banyak sorotan masyarakat, pendistribusian BLSM tahap pertama telah berlangsung lebih baik ketimbang pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) tahun 2005 dan 2008, baik dari segi penyaluran yang sudah mencapai lebih 95 persen, ketertiban dalam pembagiannya, maupun dari segi penggunaan sistem pembayaran.

Ihwal pendistribusian BLSM yang kurang tepat dan kurang merata, dilakukan Musyawarah Desa/Kelurahan untuk mengganti penerima KPS (Kartu Perlindungan Sosial) yang tidak berhak dengan calon penerima KPS yang berhak.

Mekanisme ini juga dilakukan untuk mengalihkan KPS yang retur karena berbagai sebab seperti RTS tidak ditemukan, anggota keluarga meninggal, serta pengembalian sukarela penerima KPS yang status sosial ekonominya telah meningkat. Musyawarah Desa/Kelurahan ini disiapkan Pemerintah yang dasar hukumnya adalah Instruksi Menteri Dalam Negeri nomor 541/3150/SJ tanggal 17 Juni 2013 tentang Pelaksanaan Pembagian Kartu Perlindungan Sosial dan Penanganan Pengaduan Masyarakat. [adv]

http://nasional.inilah.com/read/detail/2041126/dpd-ri-blsm-harus-beri-manfaat-maksimal#.UmmltlMutek

Tidak ada komentar:

Posting Komentar