Selasa, 06 Mei 2014

Pengelolaan dan Penyaluran Raskin Harus Diperbaiki

Senin, 5 Mei 2014

Jakarta - Beberapa pengamat pangan sependapat bahwa beras untuk rakyat miskin (Raskin) tidak perlu dihapus. Namun sistem pengelolaan dan penyalurannya yang diperbaiki untuk meminimalisir potensi penyelewengan. Hal itu disampaikan oleh dua pengamat pangan, yakni Bustanul Arifin dan Kudhori di tempat terpisah.

Bustanul Arifin, guru besar ekonomi pertanian dari Universitas Lampung, menilai bahwa program Raskin tidak perlu dihapus. Tetapi pengadaannya disesuaikan pertahun, atau tergantung dengan angka kemiskinan.

"Saya bilang jangan dibubarkan. Tapi ada target tahunan, disesuaikan dengan angka kemiskinan," kata Bustanul ketika dihubungi wartawan, akhir pekan lalu.

Jika angka kemiskinan turun, harusnya pengadaan Raskin juga diturunkan. "Kalau jumlah orang miskinnya turun, tetapi jumlah Raskin naik, berarti ada pertimbangan lain. Bisa jadi ada unsur politis," ungkapnya.

Menurut Bustanul, jika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut program raskin tidak sesuai 6T yakni Tepat Sasaran, Tepat Jumlah, Tepat Mutu, Tepat Waktu, Tepat Harga dan Tepat Administrasi, berarti hal proses pelaksanaan di lapangan harus diperbaiki.

"Kalau ada yang salah, tangkepin saja orangnya. Jangan dihapus programnya.
Jangan karena lumbung padi kemasukan tikus, lalu lumbung yang dibakar," cetusnya.

Menurut Bustanul, program Raskin yang sudah berjalan lebih dari 15 tahun sudah menjadi penyelamat warga miskin. Karena itu, jika dihapuskan, maka masyarakat miskin tidak akan terpenuhi sumber pangannya.

"Kalau BLSM (Bantuan Langsung Sementara Masyarakat) kan tidak cukup juga toh," pungkasnya.

Sementara itu, menurut anggota pakar Dewan Ketahanan Pangan, Kudhori, ada banyak konsekuensi kalau program Raskin dihapus. "Jadi, saya tidak setuju kalau program itu dihapus," katanya saat dihubungi, Sabtu (3/5).

Menurut Khudori, jika program Raskin yang sudah berjalan sekitar 15 tahun itu dihapus, maka konsekuensinya akan sangat panjang. Pertama, orang miskin yang selama ini bergantung pada Raskin akan terancam kekurangan gizi dan pangan.

"Sasaran yang sudah berjalan beberapa tahun itu kan 15.5 juta rumah tangga. Kalau satu rumah tangga saja ada 5 orang, berarti kira-kira ada 75 juta orang yang tergantung pada Raskin," paparnya.

Konsekuensi kedua jika program Raskin ditiadakan yakni akan berimbas pada petani. Dalam setahun, volume Raskin bisa mencapai lebih dari 3 juta ton. Jika dikonversi ke gabah, jumlahnya tentu sangat besar.

"Nah selama ini keberadaan raskin itu menjadi instrumen stabilisasi gabah dan beras. Kalau program Raskin tidak ada lagi, pasti gejolak harga akan terjadi. Baik gejolak ke atas maupun gejolak ke bawah. Kalau ke bawah, pas panen raya bisa jadi harga gabah jatuh di bawah harga pembelian pemerintah. Nah, kalau tidak ada program Raskin, tidak ada lagi instrumen untuk stabilisasi harga," urainya.

Selain itu, Khudori menilai bahwa pemerintah memang sebaiknya mendesain ulang program Raskin, yang sudah berjalan hampir 15 tahun ini. Karena di awal tahun program ini berjalan sudah ditemukan sejumlah keluhan. Ketika itu, keluhan yang muncul adalah soal kualitas beras, seperti beras berkutu, sasaran tidak tepat dan jumlahnya tidak sesuai dengan yang dijanjikan.

Dikatakan Kudhori, awalnya jumlah yang dijanjikan yakni 25 kilogram per keluarga per bulan. Namun hanya terealisasi hanya 15kg saja. "Nah tinggal bagaimana mendesign ini, supaya enam temuan KPK, yaitu tidak tepat jumlah, tidak tepat waktu, tidak tepat sasaran, tidak tepat mutu, tidak tepat harga, tidak tepat administrasi itu bisa diperbaiki," sambungnya.

Yang harus diperbaiki, menurut Khudori, salah satunya adalah di sisi penerima Raskin. Beras tersebut harusnya disalurkan sesuai nama dan alamat yang sudah didata. Diakui Khudori, yang terjadi kini penerima Raskin tidaklah 15.5juta Rumah Tangga sebagaimana data.

"Tugas Bulog sampai hari ini kan hanya mendistribusikan sampai pada titik-titik tertentu. Dari titik distribusi ke sasaran itu diserahkan ke Pemda. Nah, aparat yang dibawah inilah yang seringkali menggunakan sistem lokal, yang oleh KPK disebut dengan 'Bagito' atau dibagi roto," cetusnya.

Sistem bagi rata yang dilakukan Pemda dilakukan memang untuk menghindari konflik lokal. Namun sistem bagi rata tidaklah adil, karena Raskin akan jatuh ke warga yang tak berhak dan tak terdaftar.

"Harusnya aparat yang di bawah itu sesuailah, kalau memang enggak dapet ya enggak usah dikasih, sesuai by name by address saja itu," pintanya.

Sebelumnya dikabarkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya permasalahan dalam program beras untuk rakyat miskin (Raskin). Atas temua itu, KPK meminta pemerintah mengkaji ulang penerapan program Raskin.

http://www.beritasatu.com/nasional/182148-pengelolaan-dan-penyaluran-raskin-harus-diperbaiki.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar