23 April 2013
YOGYAKARTA – Pembagian beras untuk masyarakat miskin (raskin) tampaknya
jauh dari tujuan. Fenomena yang terjadi, raskin yang diterima masyarakat
tidak sepenuhnya untuk dinikmati, namun banyak yang dijual kembali ke
pedagang.
Kasus jual beli raskin itu dilakukan setelah warga
penerima jatah mengambil dari kantor kelurahan. Parahnya, transaksi
dilakukan sebelum beras jatah bulanan itu sempat dibawa pulang. Bahkan
yang mencengangkan, pengakuan dari pedagang, beras yang dibeli itu
dijual kembali ke gudang Bulog dengan harga yang jauh lebih tinggi.
Penelusuran yang dilakukan KORAN SINDO YOGYA pada pembagian raskin
periode April 2013 di Kelurahan Gedongkiwo, Mantrijeron, Yogyakarta,
pedagang beras raskin menunggu dengan kendaraan di lokasi yang tidak
jauh dari kantor kelurahan.
Begitu melihat warga membawa karung
beras, pedagang pun langsung menawarkan diri untuk membeli. Untuk satu
karung beras dengan ukuran 15 kg yang diambil dengan nilai Rp1.600/kg
oleh pedagang dibeli dengan harga Rp5.000 /kg. Bila beruntung dalam
proses tawar menawar, satu karung beras itu oleh pedagang bisa dihargai
sampai Rp80.000. Namun tak semua warga menjual kembali raskin yang
diterima, tidak sedikit pula yang membawanya pulang untuk dikonsumsi.
Yono,
54, pedagang asal Kulonprogo yang berhasil ditemui mengatakan, setiap
bulannya dia mesti datang pada saat kelurahan yang dituju mulai
membagikan raskin. Dalam hitungannya, setidaknya pembagian raskin
dilakukan sampai dengan tiga hari. “Kalau sudah selesai nanti pindah ke
tempat lain, karena tiap kelurahan itu tidak sama,” katanya. Informasi
masyarakat, untuk di Kelurahan Gedongkiwo, beras raskin tiba pada Rabu
(17/4) dan pembagian pertama dilakukan pada Kamis (18/4).
Hasil
dari berjaga di sekitar lokasi pembagian, Yono mengaku pada hari pertama
pembagian dia sampai mendapatkan 16 karung beras atau 240 kg. Kemudian,
pada hari berikutnya, beras yang didapat hanya 11 karung dan 10 kg
beras. Dari jumlah itu, diketahui ada juga warga yang menjual raskin
sebagian dari jatah yang diterima. Pedagang beras yang melakukan aksi
pembelian raskin dengan cara seperti itu, tidak hanya dilakukan Yono.
Pria berusia 55 tahun itu menuturkan, setidaknya di tiap tempat
pembagian raskin terutama pada daerah yang jauh dari pasar mesti ada
pedagang seperti dirinya.
Cara yang digunakan tidak jauh
berbeda, mereka berjaga di sekitar kantor kelurahan. “Banyak, di daerah
lain juga nunggu begini,” terangnya. Beras yang didapat dan masih dalam
kemasan karung putih bertuliskan beras Bulog itu diakui Yono kemudian
dijual kembali di gudang Bulog yang berada di Kabupaten Bantul.
Setidaknya dari pengakuannya lebih dari 10 pedagang yang menjual di
gudang itu. “Beras ini dibawa ke Bulog, satu kilonya dibeli Rp6.000, di
sana banyak juga (beras) yang kembali,” bebernya.
Pengakuan
pedagang beras itu membuka fenomena buruknya kualitas raskin yang selama
ini terjadi. Warga penerima jatah raskin pun banyak yang beralasan
memilih menjual beras raskin itu karena kadang yang ditemukan,
kualitasnya yang didapat buruk, karena baunya yang apek. “Biasanya apek,
jadi kadang pilih dijual, uangnya ditambah sedikit bisa untuk beli
beras yang kualitasnya baik,” aku seorang warga.
Harus Dilakukan Investigasi
Ketua
Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) Widijantoro menyatakan, fenomena
beras raskin dijual karena kualitasnya yang buruk memang banyak terjad
di masyarakat. Adanya fenomena itu, pemerintah seharusnya tidak hanya
melihat masalah ketersediaan beras, namun juga kelayakan beras itu untuk
dikonsumsi. Dari kasus penjualan raskin yang banyak dilakukan itu,
menunjukkan tidak tercapainya tujuan pemerintah dalam penyaluran raskin
kepada warga miskin.
Di sisi lain, pengakuan pedagang yang
menjual beras raskin itu ke Bulog patut untuk dilakukan tindakan
investigasi. “Kalau itu betul dan Bulog membeli saya kira ini
pembohongan publik yang harus diungkap,” tegasnya. Ketua Komisi D DPRD
Kota Yogyakarta Sujanarko berpendapat, melihat pengakuan pedagang itu,
ada dua kemungkinan terjadi, pertama adanya kongsi dari pejabat Bulog
menggunakan dana negara untuk dimainkan. Kemudian kedua pejabat Bulog
saling patungan dan bermain sendiri karena melihat adanya keuntungan.
“Bila benar kasus ini, dana pembeliannya dari mana, ini yang perlu
dipertanyakan,” ulasnya.
Bulog sebagai intansi yang bertugas
menjembatani penyaluran raskin dari pemerintah tidak boleh melakukan
transaksi pembelian beras miskin dari masyarakat. Bila itu terjadi maka
stok beras yang ada secara otomatis akan bertambah. “Bisa jadi yang
dikeluarkan tidak menggunakan beras stok lain melainkan yang dibeli
sendiri,” tegasnya. ●muji barnugroho
http://www.koran-sindo.com/node/310257
Tidak ada komentar:
Posting Komentar