Senin, 30 Maret 2015

Koordinasi Pembagian Raskin Bermasalah

Senin, 30 Maret 2015

Penyaluran Terkendala Data

SURABAYA, KOMPAS — Pada minggu ini beras untuk keluarga miskin di daerah kembali dibagikan. Namun, pelaksanaan pembagian raskin di sejumlah daerah masih terkendala oleh koordinasi antara pemerintah daerah dan Bulog. Gudang untuk menyimpan raskin berada jauh dari penerimanya.

Laporan dari beberapa daerah hingga Minggu (29/3) menyebutkan, kendala jarak antara gudang dan penerima itu membuat beras untuk warga miskin (raskin) tak bisa dibagikan setiap saat. Kualitas raskin yang semestinya beras medium, saat dibagikan, terkadang buruk, seperti berbau dan pecah-pecah. Penerima raskin pun menjual kembali beras itu atau harus mengolahnya kembali agar tetap bisa dikonsumsi.

Untuk pembagian raskin, Bulog bertanggung jawab hingga titik distribusi di tingkat kecamatan/kota/kabupaten. Penyaluran raskin dari titik distribusi ke titik bagi di tingkat desa merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Namun, tak sedikit pemerintah daerah yang tak mau menanggung biaya distribusi ini.

Koordinasi dalam pembagian raskin yang masih bermasalah itu diakui Ketua Himpunan Kerukunan Tani (HKTI) Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, Masrukhi Backhro. Namun, ia mengingatkan, pembagian raskin yang sudah berlangsung 17 tahun, dengan sebelumnya dinamai program operasi pasar khusus, perlu dipertahankan. Mekanisme dan sistem penyalurannya yang harus segera dibenahi.

Gudang penyimpanan raskin, kata Masrukhi, harus didekatkan dengan penerima. Ini untuk menekan biaya penyaluran raskin. Gudang penyimpanan harus ada di setiap desa, atau kecamatan. Pengelolaannya bisa dilakukan badan usaha milik daerah (BUMD) pertanian, atau BUMD bekerja sama dengan Bulog.

Dengan adanya gudang di tiap desa atau kecamatan, selain akan memperpendek jalur distribusi, juga beras tidak terlampau lama disimpan. Kualitas beras akan lebih bagus dan terhindar dari kerusakan.

Kepala Bulog Divisi Regional Jawa Timur Witono di Surabaya, Minggu, mengakui, tidak setiap saat raskin bisa dibagikan. Di Jatim rata-rata beras, termasuk untuk raskin, disimpan dalam gudang Bulog paling lama 4 bulan. Namun, jika ada raskin yang ketika disalurkan kepada warga kondisinya buruk, Bulog segera mengganti dengan stok baru.

Dalam gudang Bulog di Jatim juga disimpan raskin untuk jatah wilayah timur Indonesia, seperti Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, dan sebagian untuk wilayah Sumatera.

content

Pemerintah daerah

Di Jakarta, Direktur Pelayanan Publik Perum Bulog Lely Pelitasari Soebekty tak menampik masih adanya masalah dalam distribusi raskin. Upaya perbaikan juga terus dilakukan, antara lain dengan melibatkan pemerintah daerah dalam pengecekan kualitas beras di gudang Bulog, sebelum dikirim ke titik distribusi.

Tantangannya memang jarak tempuh dari daerah ke gudang Bulog yang belum tentu dekat. Di luar Jawa ada yang butuh waktu sehari-semalam untuk menjangkau gudang Bulog.

Peran pemerintah daerah sangat penting dalam membantu mengawal raskin. Dengan alokasi raskin 3 juta ton setahun dalam kemasan 15 kilogram, terdapat 200 juta kantong raskin yang dikelola. "Tentu tak semuanya sempurna. Ada kemungkinan satu atau beberapa kantong yang turun kualitasnya. Ibarat dalam satu keranjang telur, ada saja yang pecah. Namun, Bulog terus berupaya meningkatkan kualitas raskin," kata Lely.

Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa pun mengakui, penyaluran raskin terkendala, terutama dengan data. Kasus raskin tak diterima oleh keluarga yang layak atau masih banyak rumah tangga sasaran yang belum masuk ke dalam daftar penerima. Oleh karena itu, data penerima raskin perlu dikaji ulang.

Berdasarkan pedoman umum raskin tahun 2015 yang dibuat Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, jumlah penerima raskin tahun ini 15.530.897 rumah tangga sasaran. Beras yang dialokasikan 2,79 juta ton. "Kementerian Sosial sedang memvalidasi data. Secara umum sudah kami lakukan sejak November 2014, dan harus dikerjakan secara bertahap," katanya.

Penerima raskin akan dicocokkan dengan data program keluarga harapan (PKH), kartu keluarga sejahtera (KKS), dan kartu Indonesia pintar (KIP) sehingga pengawasannya akan mudah. Kementerian Sosial juga mengalokasikan 500.000 penerima raskin cadangan (buffer) dalam APBN Perubahan tahun 2015, untuk mengantisipasi jika ada warga miskin yang belum terdata.

Akibat data tak valid, Khofifah mengakui, pembagian raskin di masyarakat tidak sesuai dengan aturan. Lazim terjadi pembagian sama rata karena kepala desa atau lurah merasa tidak adil apabila hanya keluarga tertentu yang menerima beras. Ada pula pembagian raskin secara bergilir antarwarga di desa itu.

Raskin keras

Dari sisi kualitas, raskin yang harus ditebus penerimanya sebesar Rp 1.600 per kilogram dinilai tak layak konsumsi. Butiran berasnya patah-patah dan banyak mengandung batu. Warna beras itu pun kekuning-kuningan. Agar layak dikonsumsi, raskin harus digiling ulang ke penggilingan beras keliling agar putih.

"Ini beras tadinya hitam. Namun, setelah digiling dan susut setengah kilogram jadi putih dan bisa dimakan," kata Ny Kiptiyah (48), warga Desa Kalisat, Kecamatan Kalisat, Kabupaten Jember, Jatim, yang menerima raskin.

Harun, pemilik penggilingan padi di Desa Sempolan, Kecamatan Silo, Jember, mengatakan kerap menerima jasa penggilingan beras dari penerima raskin. Kebanyakan beras yang diterima oleh keluarga miskin itu tak layak dikonsumsi jika langsung ditanak. Selain berbau apak, warna beras itu juga kuning.

Rodiatun (42), warga Kelurahan Debong Kidul, Kecamatan Tegal Selatan, Kota Tegal, Jateng, yang menerima raskin pada Sabtu lalu, mengatakan, nasi dari raskin biasanya keras. Oleh sebab itu, dari 15 kilogram raskin yang diterimanya, ia menukar 5 kilogram di antaranya dengan beras yang lebih baik sehingga saat dicampur, rasa beras itu menjadi lebih enak.

(ETA/SIR/WIE/MAS/B04/DNE/NIT/IRE/EGI/KOR/NIK)

http://print.kompas.com/baca/KOMPAS_ART0000000000000000012852818.aspx

Tidak ada komentar:

Posting Komentar